Ngulandara


Ngamboro ing ngawang awang
angelangut bebasan tanpo tepi
narabas ing mego mendung
miber ngideri jagat
ngulandoro nglemboro ngunggahi gunung
katungkul ngumbar gagasan
satemah ginowo ngimpi.


Ini tentang mimpi panjang sebuah perjalanan.

Berangkat pagi bagiku (pribadi) sudah menjadi hal fardhu (wajib). Saya membiasakan keluarga untuk siap menghadapi hari lebih awal. Jam lima pagi, maksimal, harus sudah bangun dari tempat tidur. Percuma bangun kalau masih di tempat tidur. Bangkit kemudian beranjak ke kamar mandi melaksanakan rutinitas kesehatan diri.
Usai mandi berdandan dan merapikan diri, lebih pantas, saya baru sholat subuh, menghadap Allah Ta’ala. Doa pagi dan sedikit dzikir wirid. Upaya kepasrahan dan melaporkan diri bahwa hari ini kami siap melaksanakan qodho dan qodar yang telah tertulis di lauhmahfudz.
Isteri demikian sudah mengerti dan paham bahwa saya akan berangkat sebelum jam 05.45. maka sebelum jam 05.20, mantan pacarku ini sudah menyiapkan sarapan pagi. Biasanya segelas teh manis dan nasi serta lauk seadanya. Saya katakana seadanya karena memang demikian adanya. Tempe goring, ayam, telur atau bakwan. Lebih biasa lagi adalah mie instan goreng. Semua harus kusantap sebelum jam 05.25 supaya jam 05.30 bisa langsung pancal kick starter revo 2010 yang siap mengantarku ke tempat mencari nafkah buat keluarga.
Biasanya kalau anakku Raja, sudah terbangun lebih awal dan siap bangun, aku ajak dia sekalian mandi pagi bersamaku. Ya… jam 05.15 biasanya aku dan anakku sudah mandi. Jam 05.30 sudah berpakaian rapi. Siap untuk bermain atau apapun aktifitasnya, tentu saja sebagai anak.
Semakinmpagi pantura akan semakin sexy. Pasti. Kenapa saya katakana demikian, begini yang saya maksud. Ketika saya berangkat jam 05.30 saya akan menemukan bang-bang wetan  atau rona cahaya merah dilangit timur. Indahnya sungguh membuat siapapun akan memuji sang pencipta.
Saya bisa memilih jalan mana saja, sebab saya punya tida pilihan jalan untuk berangkat ke kantor sebelum jalan utama, yakni jalan pantura. Lewat laban atau kecamatan kangkung, lewat Tlahap, atau lewat sukodadi.
 Jika saya memilih lewat laban artinya saya akan mendapatkan banyak keindahan yang disuguhkan oleh alam dan kesegaran udara pagi. Jika beruntung maka saya menemukan banyak muda-mudi lari pagi, ini keberuntungan bagi saya untuk mengenang masa lalu. Atau ibu-ibu muda bersama anaknya yang kecil, dan biasanya masih mengenakan baju tidur yang tipis.  Setelah sampai di pasar Laban saya akan menemukan pejuang-pejuang keluarga mencari nafkah sedang mempersiapkan dagangannya. Atau tukang becak yang sudah mendapatkan rejeki pertamanya. Alhamdulillah.
Terus ketimur melewati kecamatan dan polsek kangkung saya akan sering berpapasan dengan wanita-wanita cantik yang segar (karena baru jogging), ada catatan bahwa sebagian dari yang saya dapati ini adalah wanita-wanita yang pulang dari rantau, menjadi TKI di luar negeri, terlihat dari warna rambut, cara berpakaian dan dandanannya. (pada kesempatan lain jika ingat akan saya catat, khusus mereka).
Saya akan berkendara bersama pengendara lain yang kebetulan juga akan berangkat aktivitas, kuliah, kerja atau apapun kegiatan mereka hari itu. Biasanya dandanan mereka akan menjadi semacam rejeki atau apapun itu bagi saya. Keindahan bahwa wanita itu sexy dengan lekukan tubuh yang Subhanalloh. Indah sekali wanita itu. Kata Ahmad Dani mahluk Tuhan Paling sexy. Body dan tubuh, kadang aroma parfumnya juga sangat aduhay.
Iseng biasanya yang kulakukan adalah berkendara dibelakang mereka sambil menikmati suasana. Sampai akhirnya sampai di Cepiring dan melaju di sepanjang Pantura. Itu jika saya memilih jalan lewat Laban.
Jika saya memilih lewat sukodadi maka ceritanya simple dan nyaris hanya lebih pendek jarak untuk langsung sampai di jalan utama Pantura.
Jalan utama yang paling sering aku lalui dan sejak pertama menjadi jalan utama adalah  jalan lewat Rangkudan, tengah sawah, dengan hamparan kindahan tetanaman sawah, jagung, padi, atau bawang merah dan tembakau pada musimnya.
Jika matahari sudah mulai bersinar, maka rona kindahan gunung di belahan jawa tengah sebelah selatan kabupaten Kendal akan sangat menarik. Mentari yang bersinar indah menunjukan kuasa Allah yang luar biasa. Tempat pembakaran bakal batamerah, menyuguhkan keindahan klasik khas panorama alam desa.
Saya akan menemukan para petani berangkat ke sawah. Adapula perempuan-perempuan yang sedang menyapu, dan kadang maaf saya harus melihat bentuk sebagian payudara jika mereka kurang hati-hati dalam menyapu sehingga belahan payudaranya kelihatan. Begitu sampai Tlahap saya akan bertemu pekerja-pekerja yang sedang menuju POM Bensin Tlahap untuk menantikan bus karyawan datang menjemput. Diantara mereka ada yang tampak sexy dan terlalu eman-eman jika hanya dilihat sekejap. Subhanalloh.
Sampailah saya di pantura, sebenarnya saya masih punya satu jalan lagi tapi sangat jarang saya lewati jika untuk berangkat kerja ke timur. Yakni lewat ungup-ungup, karena artinya saya mesti memutar jauh. Jalan ini saya sering lewati jika pulang tengah malam.
Pantura.
Sepanjang pantura saya pasti menemukan banyak pengalaman yang saying untuk Cuma sekedar berlalu dalam pikiran.
Sholawaan dan memuji Tuhan, biasanya saya lakukan sebagai upaya saya berpegang teguh pada Allah agar perjalanan saya aman dan lancar.
Begini, sepanjang jalan pantura, saya menemukan kebijakan-kebijakan yang intuitif dan begitu saja datang padaku. Jawaban-jawaban atas pertanyaan saya selama ini, hamper tentang apa saja. Nyaris menjawab semua hal yang ada dalam benak saya. Tentang kejadian-kejadian alam, tentang kebijakan ekonomi pemerintah, tentang perilaku seseoarang, tentang kebijakan kantor , tentang takdir. Dan semuanyalah.
Sepanang pantura sebagai upaya supaya tidak melamun dan lepas kendali saya terus berfikir. Jika kebetulan focus maka saya pasti menemukan kebijakan, minimal kebijakan atau kata indah buat memotivasi diri sendiri.
Jika sempat saya tulis saya tulis, namun seringnya saya ingat saja dengan cara saya katakana berulang-ulang agar nyanthol di otak. Saya teriakan, toh yang mendengar paling keras adalah saya,  tidak  mungkin yang lain karena helm yang aku kenakan cukup meredam diantara hiruk pikuk suara kendaraan kanan kiri depan dan belakang saya. Toh seberapa keras saya bertanya tak bakalan ada seorang pun di jalanan yang baka menggubris. Sekedar menolehpun saya piker tidak ada, mengingat situasi jalan yang lurus dan mulus, tentu lebih baik konsentrasi pada jalan dan  berakselerasi.


BERSAMBUNG terus….

Semarang 9 Mei 2016
Kiai Suwung.




Komentar